Jumat, 26 Maret 2010

Pasir Berbisik ( dan akupun membisiki sesuatu kepadamu,, dengarkanlah)

Sembari melihat film ini aku sedikit merenung. Betapa jauhnya hari ini dengan kemarin. Hari ini tidak kudapati cerita menarik lagi seperti film ini, yang kualitas seni dan penyampaian moralnya begitu tinggi. Sekarang yang ada hanya film-film yang berlomba menarik peminat dengan mengumbar banyak aurat, banyak adegan maksiat.

Aku masih menikmati film ini, melihat tiap gerakan pemeran yang penuh penghayatan. Makan dengan piring seng, aku jadi ingat tumpukan piring seng dirumah yang sekarang sudah banyak lubang didasarnya. Dulu aku suka sekali makan dengan piring itu, saat pulang aku juga masih sering menggunakannya, sambil muluk (makan dengan tangan) tentu saja. Tapi ibu sering menegurku, katanya piring itu sudah tidak layak dipakai karena lubangnya menganga diempat penjuru mata angin, haha. Tapi tetap saja aku memakainya, habis sudah terlalu sayang dengan piring itu.

Gara-gara hal itu ibu bilang aku aneh, padahal tidak. Sebenarnya diam-diam aku senang memperhatikan tingkah laku ibuku, dan ternyata sifat yang kata ibuku aneh itu menurun dari dirinya sendiri! Ibu paling tidak bisa membuang barang-barang yang sudah layak disebut rongsokan, seperti panci bekas, kabel-kabel, buku-buku pelajaran. Kalau tidak terpaksa karena keadaan, ibu akan membiarkan barang-barang itu terkumpul pasrah dipojok kamar belakang, tempat tidurku dulu sebelum aku bekerja dan menjadikan rumah sekedar tempat persinggahan mengusir lelah.

Melihat film ini aku jadi merasa kalau ibuku itu dulu mirip ibunya Daya, selalu tahu apa yang kulakukan. Tapi sekarang tidak lagi, setelah hampir dua tahun belakangan ini frekuensi pertemuanku dengan ibu jadi berkurang. Jika dulu setiap hari kami bersama dan hampir tiap hari juga aku mendapat omelannya, sekarang hanya tinggal dua kali dalam sebulan aku bisa menikmati keayuan diwajah bundar miliknya. Aku kadang merindukan saat-saat aku dimarahi habis-habisan olehnya. Rindu dimanjakan olehnya saat sakit bertandang ditubuh dekilku. Tapi itu semua tinggal masa lalu, sekarang memang tidak sebahagia dulu. Tapi katanya bahagia itu diukur dari cara seseorang untuk bisa merasakan bahagia itu sendiri. Dan bahagia bagiku adalah senyuman yang terukir diwajah para kekasihku, hm...aku mulai sok berpuisi lagi deh, maaf ya.

Kembali lagi ke filmnya Anak, setting tempat film ini juga bagus. Katanya sih dulu syutingnya digunung Bromo, aku sendiri belum pernah kesana mungkin nanti, entah nanti yang kapan? Lalu pertemanan Daya dengan Sukma, sesuatu pertemanan yang menurutku sederhana tapi tulus dan apa adanya.

Ibu Daya selalu melarang gadis itu untuk tidak melakukan hal-hal yang menurutnya tidak baik, bahkan untuk melihat acara manggung buleknya yang penari itupun ibu tidak mengijinkan. Karena memang ibu ingin yang terbaik untuk anaknya, begitu juga ibuku :D.

Tapi sekeras apapun larangan itu toh satu dua hal akan luput dari pandangannya karena bukankah mata manusia untuk melihat itu sangat terbatas. DAn seorang anak selalu ingin mengetahui hal-hal baru, dulu akupun begitu.

Aku semakin hanyut dengan cerita ini, seolah tanpa sadar ada cermin dihadapkan kemukaku saat aku menontonnya. Harapan, masa depan, dan kekhawatiran semuanya tergambar jelas. Ya, aku melihat diriku sendiri, meski dalam konteks yang berbeda dan mungkin sedikit lebih parah, aku lebih suram dari seorang Daya. Aku sekarang lebih memposisikan diriku sendiri sebagai bayangan. Yang mungkin suatu saat bisa memberikan teduh kepada yang membutuhkan.

Aku...daya, ah berbeda, ternyata kami memang berbeda. Aku menikmati sekali cerita ini, semoga akan ada film-film berkualitas lainnya. Tentang perempuan, tentang pengesampingan, tentang bagaimana perempuan menjadi sosok figuran, ada saat dibutuhkan, tapi menghilang begitu selesai segala urusan. Begitu juga aku sekarang, karena itulah mengapa aku senang memposisikan diriku sebagai bayangan, bukan malah bermimpi menjadi Dewi Sinta yang suatu saat akan dipersunting Rama. Percuma saja kan kalau pada akhirnya kecolongan juga oleh Rahwana.

Sudah malam, mas yang punya net sudah berkali-kali batuk memberi kode supaya aku cepat-cepat pulang. Hehe...hari ini cukup sekian ya, selamat malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar