Minggu, 12 September 2010

Setelah lebaran pergi

Bukan bermaksud kurang ajar, tapi sesudah lebaran itu pergi rasanya aku legaaaaa sekali. Sudah kulalui hari itu, sudah kutekan habis ketegaranku, demi 'harus' kulihat lagi tangis ibu. Terpaksa kusadari memang begitulah ibu, wujudnya telah berada pada batas kerapuhan. Ibu bukan lagi sosok tegar yg kukenal dulu. Ibu bukan lagi lambang kesabaran yg selalu kubanggakan. Persahabatan ibu dengan nafsu amarah semakin menjauhkanku dari sisi ibu. Takut. Aku takut bu. Jika awalnya telah kuterima kenyataan bahwa sosok bapak akhirnya hilang sama sekali dari sikapnya selama ini, sekarang harus kuterima lagi kekalahan itu. Keterpurukan ibu.

Semua hanya semakin menegaskan bahwa aku benar-benar papa tanpa pernah punya apa-apa, bahkan aku sendiri tidak mengerti dengan cara bagaimana ibu dan bapak mencintaiku?

Sudahlah...setidaknya aku masih percaya bahwa aku memiliki mereka. Orang-orang terkasih yang tak kan pernah habis aku cintai. Lagipula dengan merekalah aku belajar mengerti apa arti lapangdada, toleransi. Jika harus kecewa maka diriku sendirilah yg harusnya dikecewai, sikapku yg tidak juga bisa nerimo bahwa beginilah adanya kondisi keluargaku.

Lebaran oh lebaran, tiap tahun selalu saja kau kutangisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar